Dalam hal mengurus anak, kita lebih sering melihat sosok ibu
yang lebih dekat dengan anak-anaknya ketimbang sang ayah. Ayah yang lebih
banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan jarang mendekatkan diri dengan anak
memang menimbulkan jarak tersendiri. Kebanyakan pria juga menerapkan gaya
disiplin dan tegas yang keliru sehingga mengakibatkan salah didik dan
berpengaruh pada psikologi anak yang membentuk karakternya menjadi meleset
sejak dini. Berikut 10 gaya mengasuh anak yang keliru dan biasa dilakukan para
ayah.
1. Kehilangan Kontrol
Saat kelakuan anak mulai membuat gila, jangan pernah
mendisiplinkan anak saat sedang marah. Tenangkan diri terlebih dahulu, karena
jika Anda sendiri juga sedang marah, maka yang keluar dari mulut adalah
teriakan, sumpah serapah atau celaan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk
diucapkan. Hal terburuk mungkin kekerasan fisik. Jika Anda terlanjur melakukan
hal ini, anak akan membentuk pola pikir bahwa kelakuan negatif Anda tadi
sah-sah saja dilakukan kepada teman-teman maupun orang lain di luar rumah.
Amannya, lakukan 'time-out' atau hening sejenak seorang diri, baik Anda maupun
anak dan kemudian setelah tenang baru berbicara dengan anak dan memberikannya
pengertian.
2. Hukuman Fisik
Banyak kasus KDRT disebabkan oleh masa lalu anak yang sering
mendapat siksaan fisik oleh orangtua. Memukul bokong atau bagian tubuh lainnya
dengan benda atau tangan hingga menampar terkesan mendisiplinkan, namun
psikologinya akan berubah dimana ia akan berpikir bahwa kekerasan fisik sah dilakukan
untuk menyelesaikan masalah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sel-sel
tumbuh kembang otak anak ada yang terbunuh saat dipukul.
3. Tidak Konsisten
Di satu saat, anak Anda mengucapkan kata yang tidak pantas
namun respon Anda tertawa, namun di saat yang lain Anda justru malah marah
karena terucap di depan banyak orang. Ini menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki
landasan akan mana hal yang benar dan salah, pantas atau tidak pantas. Jadi
sebelum Anda menegur anak akan perilakunya, lihat diri Anda sendiri terlebih
dahulu dan tetapkan apa yang benar dan salah di mata Anda.
4. Sogokan
Rengekan anak diselesaikan dengan menjanjikan untuk
membelikan sesuatu hal atau barang sering dilakukan agar anak langsung tenang.
Hal ini tentunya keliru, dimana seharusnya penghargaan hanya diberikan jika ia
melakukan hal yang baik, bukan karena perilaku yang tidak terkontrol.
5. Aksi dan Konsekuensi
Salah satu jalan terbaik untuk mendidik anak adalah dengan
mengajarkan bahwa dari setiap aksi yang dilakukannya, maka ada konsekuensi yang
harus ia terima. Contohnya ketika ia tantrum dan hobi merusak barang, maka
jelaskan bahwa konsekuensi dari perbuatannya adalah ia akan dikurangi uang
jajannya untuk memperbaiki hal tersebut. Selalu pastikan konsekuensi hukuman
berkaitan langsung dengan aksinya, bukan hukuman yang mengada-ada dan tidak ada
hubungannya sama sekali dengan perbuatannya.
6. Ibu adalah Pelarian
Antara ayah dan ibu mungkin memiliki cara yang berbeda dalam
hal mendidik anak, karena sifat alami ibu yang lebih mengemong. Namun untuk
urusan disiplin dan perlakuan, antara ayah dan ibu harus kompak. Jangan sampai
ketika ayah menegur anak, kemudian ia lari ke sang ibu dan menghibur padahal
hal tersebut tidak benar. Kredibilitas salah satu pihak bisa hancur dan kedekatan
ayah dan ibu dengan anak bisa jadi berbeda porsinya.
7. Kata Pengorbanan
Jika Anda belum siap punya anak, maka jangan lakukan. Banyak
kasus dimana orangtua sering menyalahkan anak karena dirinya merasa sudah
berkorban dan kehilangan materi karena mengurus anak yang menjadikannya beban
tanggungan hidup yang baru. Ucapan paling umum kurang lebih seperti ini, "Aku
sudah berkorban untuk kamu, kerja banting tulang dan kamu tidak bisa apa-apa
untuk membantu.” Jika Anda menyalahkan anak atas hal-hal yang salah terjadi
pada hidup Anda, koreksi dulu mental Anda sendiri. Anak adalah titipan untuk
disayangi, bukan bentuk investasi untuk membiayai Anda balik karena Anda telah
mengurusnya sejak bayi.
8. Tegas yang Beralasan
Orangtua harus tegas, terutama ayah sebagai kepala keluarga.
Jangan pernah melanggar apa yang telah Anda lakukan mulai dari peraturan untuk
disiplin, hingga janji penghargaan. Semakin anak besar, maka Anda bisa perlahan
menjelaskan alasan di balik segala aturan yang Anda buat sejak dulu.
Komunikasikan segala hal yang Anda buat sehingga anak mengerti bahwa disiplin
yang ditanamkan memiliki tujuan, bukan hanya sekedar mengatur dan membatasi.
9. Menguliahi
Sulit sekali memang untuk tidak memberikan ‘kuliah’ pada
anak, karena pada dasarnya banyak orang dewasa tidak bisa ‘menguliahi’ orang
dewasa lain sehingga anak menjadi korban. Memberikan monolog pada anak akan membentuk
dirinya untuk melakukan hal yang sama saat tumbuh dewasa. Ketimbang
memberikannya kuliah bagaimana ia tidak bisa mengerjakan PR tepat waktu, tidak
mendapat nilai yang bagus dan memberikan kuliah omelan panjang-lebar, cukup
bantu dirinya dengan perlahan dan lembut. Jadilah orangtua yang produktif
secara tindakan positif yang membantu, bukan bermulut besar dan otoriter.
10. Membanding-bandingkan
"Kakak kamu jago matematika, tapi kamu berhitung dasar
begini saja tidak bisa?" atau "Si A meski umurnya lebih kecil tapi
bisa main piano, tapi kamu bernyanyi saja tidak bisa?" Tiap anak memiliki
minat dan talenta yang berbeda-beda, dan sejatinya orangtua lebih cermat
mengamati bagaimana cara untuk mengasah talenta tersebut. Ketimbang
membanding-bandingkan dengan anak lain yang bikin anak kehilangan kepercayaan
diri, perhatikan dimana minat anak yang sesungguhnya dan dukung potensi
dirinya. Orang dewasa saja belum tentu memiliki keahlian tertentu di satu
bidang pekerjaan, dan Anda mati-matian memaksakan anak untuk menjadi sesuatu
yang tidak disukainya? Jangan jadi orang yang delusional.
Sumber: http://wolipop.detik.com/
0 komentar:
Posting Komentar