Rabu, 22 April 2015

10 Kesalahan Mengasuh Anak yang Sering Dilakukan Para Ayah

Dalam hal mengurus anak, kita lebih sering melihat sosok ibu yang lebih dekat dengan anak-anaknya ketimbang sang ayah. Ayah yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dan jarang mendekatkan diri dengan anak memang menimbulkan jarak tersendiri. Kebanyakan pria juga menerapkan gaya disiplin dan tegas yang keliru sehingga mengakibatkan salah didik dan berpengaruh pada psikologi anak yang membentuk karakternya menjadi meleset sejak dini. Berikut 10 gaya mengasuh anak yang keliru dan biasa dilakukan para ayah.

1. Kehilangan Kontrol
Saat kelakuan anak mulai membuat gila, jangan pernah mendisiplinkan anak saat sedang marah. Tenangkan diri terlebih dahulu, karena jika Anda sendiri juga sedang marah, maka yang keluar dari mulut adalah teriakan, sumpah serapah atau celaan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diucapkan. Hal terburuk mungkin kekerasan fisik. Jika Anda terlanjur melakukan hal ini, anak akan membentuk pola pikir bahwa kelakuan negatif Anda tadi sah-sah saja dilakukan kepada teman-teman maupun orang lain di luar rumah. Amannya, lakukan 'time-out' atau hening sejenak seorang diri, baik Anda maupun anak dan kemudian setelah tenang baru berbicara dengan anak dan memberikannya pengertian.

2. Hukuman Fisik
Banyak kasus KDRT disebabkan oleh masa lalu anak yang sering mendapat siksaan fisik oleh orangtua. Memukul bokong atau bagian tubuh lainnya dengan benda atau tangan hingga menampar terkesan mendisiplinkan, namun psikologinya akan berubah dimana ia akan berpikir bahwa kekerasan fisik sah dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sel-sel tumbuh kembang otak anak ada yang terbunuh saat dipukul.

3. Tidak Konsisten
Di satu saat, anak Anda mengucapkan kata yang tidak pantas namun respon Anda tertawa, namun di saat yang lain Anda justru malah marah karena terucap di depan banyak orang. Ini menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki landasan akan mana hal yang benar dan salah, pantas atau tidak pantas. Jadi sebelum Anda menegur anak akan perilakunya, lihat diri Anda sendiri terlebih dahulu dan tetapkan apa yang benar dan salah di mata Anda.

4. Sogokan
Rengekan anak diselesaikan dengan menjanjikan untuk membelikan sesuatu hal atau barang sering dilakukan agar anak langsung tenang. Hal ini tentunya keliru, dimana seharusnya penghargaan hanya diberikan jika ia melakukan hal yang baik, bukan karena perilaku yang tidak terkontrol.

5. Aksi dan Konsekuensi
Salah satu jalan terbaik untuk mendidik anak adalah dengan mengajarkan bahwa dari setiap aksi yang dilakukannya, maka ada konsekuensi yang harus ia terima. Contohnya ketika ia tantrum dan hobi merusak barang, maka jelaskan bahwa konsekuensi dari perbuatannya adalah ia akan dikurangi uang jajannya untuk memperbaiki hal tersebut. Selalu pastikan konsekuensi hukuman berkaitan langsung dengan aksinya, bukan hukuman yang mengada-ada dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan perbuatannya.

6. Ibu adalah Pelarian
Antara ayah dan ibu mungkin memiliki cara yang berbeda dalam hal mendidik anak, karena sifat alami ibu yang lebih mengemong. Namun untuk urusan disiplin dan perlakuan, antara ayah dan ibu harus kompak. Jangan sampai ketika ayah menegur anak, kemudian ia lari ke sang ibu dan menghibur padahal hal tersebut tidak benar. Kredibilitas salah satu pihak bisa hancur dan kedekatan ayah dan ibu dengan anak bisa jadi berbeda porsinya.

7. Kata Pengorbanan
Jika Anda belum siap punya anak, maka jangan lakukan. Banyak kasus dimana orangtua sering menyalahkan anak karena dirinya merasa sudah berkorban dan kehilangan materi karena mengurus anak yang menjadikannya beban tanggungan hidup yang baru. Ucapan paling umum kurang lebih seperti ini, "Aku sudah berkorban untuk kamu, kerja banting tulang dan kamu tidak bisa apa-apa untuk membantu.” Jika Anda menyalahkan anak atas hal-hal yang salah terjadi pada hidup Anda, koreksi dulu mental Anda sendiri. Anak adalah titipan untuk disayangi, bukan bentuk investasi untuk membiayai Anda balik karena Anda telah mengurusnya sejak bayi.

8. Tegas yang Beralasan
Orangtua harus tegas, terutama ayah sebagai kepala keluarga. Jangan pernah melanggar apa yang telah Anda lakukan mulai dari peraturan untuk disiplin, hingga janji penghargaan. Semakin anak besar, maka Anda bisa perlahan menjelaskan alasan di balik segala aturan yang Anda buat sejak dulu. Komunikasikan segala hal yang Anda buat sehingga anak mengerti bahwa disiplin yang ditanamkan memiliki tujuan, bukan hanya sekedar mengatur dan membatasi.

9. Menguliahi
Sulit sekali memang untuk tidak memberikan ‘kuliah’ pada anak, karena pada dasarnya banyak orang dewasa tidak bisa ‘menguliahi’ orang dewasa lain sehingga anak menjadi korban. Memberikan monolog pada anak akan membentuk dirinya untuk melakukan hal yang sama saat tumbuh dewasa. Ketimbang memberikannya kuliah bagaimana ia tidak bisa mengerjakan PR tepat waktu, tidak mendapat nilai yang bagus dan memberikan kuliah omelan panjang-lebar, cukup bantu dirinya dengan perlahan dan lembut. Jadilah orangtua yang produktif secara tindakan positif yang membantu, bukan bermulut besar dan otoriter.

10. Membanding-bandingkan

"Kakak kamu jago matematika, tapi kamu berhitung dasar begini saja tidak bisa?" atau "Si A meski umurnya lebih kecil tapi bisa main piano, tapi kamu bernyanyi saja tidak bisa?" Tiap anak memiliki minat dan talenta yang berbeda-beda, dan sejatinya orangtua lebih cermat mengamati bagaimana cara untuk mengasah talenta tersebut. Ketimbang membanding-bandingkan dengan anak lain yang bikin anak kehilangan kepercayaan diri, perhatikan dimana minat anak yang sesungguhnya dan dukung potensi dirinya. Orang dewasa saja belum tentu memiliki keahlian tertentu di satu bidang pekerjaan, dan Anda mati-matian memaksakan anak untuk menjadi sesuatu yang tidak disukainya? Jangan jadi orang yang delusional.

Posted on by Pembelajar | No comments